Minggu, 18 September 2011

ZAT ADITIF MAKANAN



Dalam merayakan hari raya, tentu saja kita tidak lepas dengan mengkonsumsi makanan. Makanan yang kita santap setiap hari kadang mengandung zat tambahan yang disebut zat aditif makanan. Penambahan zat ini umumnya di kalangan industri makanan sangat diperlukan agar makanan lebih lezat dan menarik.  Disamping zat aditif yang memang perlu ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, biasanya lebih banyak lagi zat aditif yang tidak mengandung nilai gizi. Beberapa zat aditif berfungsi sebagai zat pewarna, zat penyedap, zat pemanis, zat pengharum, zat pengawet dan anti oksidan.

Zat pewarna dimaksudkan untuk membuat makanan lebih menarik sehingga diharapkan nafsu makan bertambah dan dari segi bisnis makanan makin laris.  Zat pewarna yang diperoleh dari bahan nabati (tumbuhan) umumnya tidak menimbulkan efek samping, misalnya warna merah dari tomat, kuning dari kunyit, oranye dari wortel, hijau dari daun pandan dan lain sebagainya. Ada juga zat pewarna yang berfungsi sebagai vitamin tambahan, misalnya β-karoten dari wortel yang dipakai untuk mewarnai mentega atau margarin. Tubuh kita akan mengubah β-karoten menjadi vitamin A. Akan tetapi kebanyakan zat pewarna hanya berfungsi sebagai estetika dan tidak mengandung nilai gizi.

Dalam bidang industri, kini banyak dipakai zat pewarna sintetik, karena zat pewarna alami mudah memudar dan kurang cemerlang warnanya. Contoh zat pewarna sintetik adalah coklat HT (coklat) digunakan untuk minuman ringan dan makanan cair. Kadang-kadang terjadi kasus kesalahan pemakaian zat pewarna, misalnya produk makanan menggunakan bahan pewarna tekstil. Hal itu sangat berbahaya, karena pewarna tektil dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia.

Zat penyedap makanan yang banyak digunakan adalah natrium glutamat atau MSG (monosodium glutamate), yang dalam bahasa sehari-hari di sebut vetsin. Mengkonsusmsi MSG secara berlebihan  dapat menimbulkan sakit kepala, sesak napas dan mudah letih jka dikonsumsi secara berlebihan. Gejala ini sering disebut “ sindrom restaurant Cina”.

Untuk mencegah kegemukan, kini banya dipakai zat pemanis yang tidak berkalori sebagai pengganti gula. Gula pemanis yang paling banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan adalah sakarin yang manisnya 500 kali gula dan natrium siklamat yang manisnya 50 kali gula. Namun, di amerika Serikat, badan FDA (Food and Drug Administration) telah melarang penggunaan natrium siklamat yang dicurigai sebagai penyebab kanker. Pada makanan berupa permen, diantaranya memakai sorbitol, yaitu suatu senyawa polihidroksi yang mengandung kalori sama dengan gula. Dibandingkan gula, keunggulannya adalah tidak terurai dalam mulut sehingga tidak merusak gigi. Akan tetapi, pemakaian sorbitol yang terlalu banyak dapat menimbulkan diare.

Zat pengharum pada makanan umumnya merupakan senyawa ester yang memberikan aroma buah, seperti amil asetat (pisang), amil valerat (apel), etil butirat (nanas), butil propionat (rum) dan propil asetat (pear). Diantara zat aditif pada makanan, zat pangharum relatif tidaka memberikan efek samping yang merugikan.

Penambahan zat pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur atau bakteri serta untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak makanan. Makanan produk industri yang mangandung banyak minyak tumbuhan dan lemak hewan sangat perlu ditambahi zat pengawet. Beberapa contoh bahan pengawet dan penggunaannya antara lain asam banzoat untuk minuman ringan, kecap, dan saus. Natrium benzoat (NaNO3) untuk daging olahan dan keju.   Natrium nitrit (NaNO2) untuk daging olahan, daging awetan dan kornet, serta asam propionat untuk roti dan sediaan keju olahan.

Anti oksidan adalah senyawa yang relatif mudah teroksidasi. Oleh karena itu, penggunaannya dapat mencegah atau menghambat oksidasi bahan yang akan dilindungi. Beberapa contoh anti oksidan adalah asam askorbat, digunakan pada daging olahan , kaldu dan buah kalengan. Butilhidroksianisol (BHA) digunakan untuk mencegah ketengikan lemak dan minyak goreng.

Perlu kita pahami bahwa zat aditif makanan, terutama zat aditif sintetik (bukan alami), merupakan zat asing bagi tubuh kita. Penggunaan yang berlebihan akan menimbulkan akibat yang kurang baik. Biasakanlah mengkonsusmsi makanan yang tidak mengandung zat aditif sintetik, serta  minum air putih minimal 8 gelas (sekitar 2 liter) setiap hari,  agar dapat membantu membuang zat toksin. Air membantu mengeluarkan racun lewat kulit, ginjal, juga keringat. Air melarutkan zat-zat kimia dalam darah, membersihkan darah, membantu pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Kekurangan air akan mengakibatkan darah lengket dan kental, menyumbat dan meracuni sistem di dalam tubuh.  Selamat merayakan Idul Fitri...