Minggu, 17 Agustus 2014

BELAJAR DARI MOMENTUM KEMERDEKAAN




Berprofesi sebagai orang tua, guru atau pendidik, menuntut kita untuk bisa memanfaatkan segala momentum yang ada untuk mengajak peserta didik mengambil hikmah atau pun pelajaran. Hal tersebut sangat penting bagi pengembangan karakternya agar menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual  keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta  keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sejalan dengan tujuan pendidikan tersebutlah maka momentum peringatan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia seharusnya dapat kita ambil lebih banyak hikmah untuk kegiatan pembelajaran kita sehari-hari. 


 
Beberapa hikmah yang bisa kita ambil sebagai pendidik adalah menanamkan sifat bersyukur kepada peserta didik. Dalam Pembukaan UUD 1945, para pejuang kemerdekaan bangsa ini telah mencantumkan bahwa kemerdekaan ini diperoleh “....Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa....”. Hal ini menunjukkan rasa kesyukuran pejuang negeri ini yang harus senantiasa kita teladani. Peserta didik kita ingatkan bahwa masih ada wilayah di belahan bumi lainnya yang masih terjajah, misalnya di Palestina. Masih ada anak-anak seusia mereka di negara lain yang sampai detik ini sulit untuk memiliki fasilitas sekolah. Jangankan bisa sekolah berjam-jam untuk menuntut ilmu, untuk keluar di alam terbuka saja, mereka masih khawatir.

 
Hal lainnya yang bisa kita ingatkan adalah memberikan semangat kepada peserta didik untuk senantiasa berprestasi dalam rangka mengisi kemerdekaan. Sebagai bangsa yang merdeka, kita semestinya dapat lebih banyak melakukan hal yang bernilai positif. Sejalan dengan meningkatnya perhatian pemerintah yang sangat besar terhadap pendidikan, kita merasakan berbagai fasilitas gedung sekolah mulai dibenahi. Alokasi dana atau bantuan operasional sekolah (BOS) sehingga uang sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) juga telah dibayarkan pemerintah. Semua ini memang harus diiringi dengan memberikan motivasi kepada peserta didik agar selalu tetap bersemangat belajar. Masih kita ingat dalam sejarah perjuangan bangsa, bagaimana semangat para pemudanya untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia dengan “menculik” Soekarno dan Muhammad Hatta dan membawanya ke Rengasdenglok, Karawang,  pada tanggal 16 Agustus 1945 jam 04.00 WIB. Hal tersebut bisa kita maknai bahwa pejuang kemerdekaan kita sangat bersemangat, pantang mundur ingin segera unjuk prestasi, memproklamasikan kemerdekaan yang sudah lama dicita-citakannya.

Dalam masyarakat kita, tentu saja perayaan hari ulang tahun kemerdekaan menjadi sesuatu yang lumrah. Telah menjadi tradisi di masyarakat kita untuk mengadakan berbagai perlombaan untuk memupuk persaudaraan antar masyarakat. Berbagai jenis perlobaan yang kita kenal diantaranya adalah panjat pinang, lomba makan kerupuk dan balap karung. Selain perlombaan kadang juga diiringi dengan kegiatan sosial kemanusiaan Tentu saja kegiatan tersebut membawa keceriaan dan menumbuhkan solidaritas di masyarakat kita.


Namun kita masih juga ditemui pada malam 17 Agustus dilakukan perayaan yang  berlebihan. Masih ada beberapa pemuda bergadang sampai larut malam di depan gang ataupun dipinggir jalan yang dikuatirkan mengarah pada kegiatan yang bernilai negatif seperti minum minuman keras dan pergaulan bebas. Apalagi pada tahun ini malam kemerdekaan bertepatan pada malam minggu, sehingga perlu adanya pengawasan dari seluruh masyarakat untuk mencegah perilaku negatif rersebut di malam 17 Agustus tersebut. Masruri dalam bukunya berjudul “Negative Learning (2011)” menyatakan bahwa para pendidik semestinya selalu memberikan respon edukatif terhadap perilaku negatif peserta didik. sehingga didapatkan tindakan yang tepat untuk menyadarkannya.

 Salah satu cara merespon perilaku negatif adalah dengan berkomunikasi dan mengajak peserta didik bergaul dengan masyarakat Sehingga peserta didik kita ingatkan agar ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan dengan salah satu prinsip pembelajaran  pada kurikulum 2013 yang menekankan paradigma bahwa pembelajaran bisa berlangsung  di  rumah,  di  sekolah, dan juga di masyarakat. Selain itu peserta didik dapat berinteraksi dan mengakui adanya perbedaan  individual dan  latar  belakang budaya antar anggota masyarakat. Hal ini untuk mencegah perilaku pasif dari peserta didik, misalnya hanya bermain play station  sehingga tidak bersosialisai dengan masyarakat. Dengan demikian bisa sedikit demi sedikit tercapai kompetensi sikap sosial  peserta didik sesuai kurikulum 2013 yaitu berinteraksi  secara  efektif  dengan  lingkungan  sosial mereka. Sekali lagi, kemerdekaan yang kita peroleh haruslah kita syukuri dengan benar dan menumbuhkan sikap positif pada generasi muda kita. Semoga

Sabtu, 11 Januari 2014

Belajar dan Pembelajaran


Sahabat kimia, konsep pembelajaran lebih didekatkan menurut paradigma kontruktivisme, yaitu belajar merupakan hasil konstruksi sendiri pebelajara sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belejar. Belajar menurut Robert Heinich dkk (2005) yang dikutip oleh Pribadi (2011:6) pada bukunya yang berjudul “Model Desain Sistem Pembelajaran” diungkapkan sebagai”...development of new knowledge, skill, and attitudes as individual interact with learning resources.”. Belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang terjadi manakala seorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumbar belajar.

Sahabat kimia, teori pembelajaran lebih bersifat preskiptif sedangkan teori belajar bersifat deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain proses pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang sengaja direncanakan agar dapat memudahkan individu dalam menempuh suatu proses belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses yang memiliki tujuan yaitu memfasilitasi individu agar memiliki kompetensi spesifik berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan spesifik.

Sahabat kimia, seorang ilmuan pembelajaran, Gagne (1992) dalam bukunya yang terkenal “Principles of Instructional Design” menyatakan asumsi dasar tentang desain intruksional yang kita kenal sebagai desain pembelajaran adalah “ Basic assumptions about instructional design; firts, we adpt the instructional design must be aimed at aiding the learning of the individual. Second, instructional design has phases that are both immediate and long-range. Third, sistematically designed instruction can greatly effect individual human development, and fourth, instructional design should be conducted by means of a systems approach”. Desain intruksional atau desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar peserta didik, didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia, dimana proses belajar itu memiliki tahapan jangka pendek dan panjang. Desain pembelajaran dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal  dan  dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem. Belajar dapat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi yang ada di dalam individu peserta didik, seperti kemampuan dasar, gaya belajar, minat dan bakat serta kesiapan setiap individu untuk belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan kondisi atau llngkungan yang didesain agar peserta didik belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan faktor eksternal tersebut. Kondisi internal juga dapat dibangkitkan oleh pengaturan kondisi eksternal.

Sahabat kimia, dalam mendesain dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan peserta didik untuk mempelajari suatu materi pembelajaran yang didalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan, termasuk metode, teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.  Oleh karena itu  sebagai pendesain atau perancang pembelajaran dan pengembang program-program pembelajaran yang profesional perlu memilih teori belajar yang relevan dan tepat untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yang akan dikembangkan.

Sahabat kimia, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada peserta ddik (pebelajar). Pebelajar harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Asumsi asumsi dasar dari kontruktivisme antara lain adalah pengetahuan dikonstruksikan melalui pengalaman, belajar adalah penafsiran personal tentang dunia nyata, dan belajar adalah proses aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalamam. Oleh karena itu, peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah  membantu agar proses pengkonstrusian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang peserta didik dalam belajar. Sedangkan peranan peserta didik atau pebelajar adalah aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
Sahabat kimia sangat diharapkan guru mengambil prinsip kontruktivisme untuk menyusun metode pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan siswa baik dalam belajar sendiri maupun bersama kelompok. Guru-guru mencari untuk lebih mengerti apa yang dipikirkan dan dialami siswa dalam proses belajar. interaksi yang terjadi antar siswa di kelas dihidupkan, serta siswa diberi kebebasan mengungkapkan gagasan dan pemikiran mereka. Demikian semoga bermanfaat.